By: Ida Indiana, S.Pd
Guru SMKN 1 Sumedang
Guru SMKN 1 Sumedang
B
|
eberapa bulan ke belakang, tahun
ajaran bagi mahasiswa baru telah dimulai, pada momen itu pula saatnya bagi para
orang tua untuk mulai melepaskan anak-anaknya dalam menentukan tujuan hidup
mereka sekaligus mulai mempercayakan kepada mereka untuk bisa mengurus diri
mereka sendiri.
Disadari atau
tidak oleh para orang tua, terkadang mereka memperlakukan anak-anaknya seolah merupakan
sosok individu yang masih butuh perlakuan ekstra dari mereka. Mereka lupa akan
perkembangan psikologis yang secara alamiah akan terbentuk sejalan dengan
pertambahan usia anak. Para orang tua masih menganggap bahwa anaknya masih
kecil, bahkan anak usia 18 tahun pun masih dianggap sebagai bocah ingusan.Mereka
harus mulai menyakinkan diri sendiri bahwa anak-anaknya sudah mulai memasuki
dunia sosial yang tingkatannya lebih tinggi. Sangat wajar apabila orang tua
merasa khawatir dunia luar sana akan mempengaruhi secara negatif terhadap
pergaulan anak-anak mereka. Kekhawatiran orang tua itu penting untuk mengontrol
perilaku anak namun jika berlebihan akan menjadikan anak seorang anak yang
manja.
Memberikan sebuah tanggung jawab pada anak adalah
bagian dari mendidik anak untuk mandiri, apalagi untuk anak usia remaja akhir
atau menjelang dewasa (dewasa awal). Aspek-aspek perkembangan yang dihadapi
usia mahasiswa sebagai fase usia dewasa awal (Santrock, 1995 : 91-100) dalam Sutriani
2012 adalah: salah satunya “Perkembangan sosio-emosional”. Menggambarkan hubungan sosial individu dengan
lingkungannya yang terdiri dari 3 fase yaitu fase pertama (menjadi dewasa dan
hidup mandiri), fase kedua (pasangan baru yang membentuk keluarga baru
(Goldrick, 1989)), dan fase ketiga (menjadi keluarga sebagai orang tua dan
memiliki anak.
Menanamkan tanggung jawab pada
anak amat penting, karena orang tua tidak akan bisa terus menerus melakukan
pengawasan terhadap anak-anaknya. Lingkungan sosial anak yang semakin luas
menjadi salah satu faktornya. Para orang tua juga harus mempercayai akhlak dan
perilaku anak-anaknya. Mungkin sesekali kita bisa memantau perkembangan anak,
walau bagaimanapun usia dewasa awal berdasarkan ciri-cirinya akan mengalami Masa ketegangan emosional di mana mereka akan memasuki wilayah baru dengan
permasalahan yang baru pula.
Ciri-ciri
umum perkembangan fase usia dewasa awal (Hurlock, 1991: 247-252)dalam Sutriani (2012) salah satunya yaitu “Masa pengaturan” (mulai
menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa). Menurut Ni Made Sutriani
(Karakteristik Perkembangan Masa Dewasa: 2012), “Fase
dewasa awal jika dikaitkan dengan usia mahasiswa pada fase ini menunjukkan
bahwa peran, tugas dan tanggung jawab mahasiswa bukan hanya pencapaian
keberhasilan akademik, melainkan mampu menunjukkan perilaku dan pribadi untuk
mengeksplorasi berbagai gaya hidup dan nilai-nilai secara cerdas dan mandiri,
yang menunjukkan penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan
sosial yang baru sebagai orang dewasa”.
Berdasarkan
ciri-ciri umum perkembangan fase usia dewasa awal tersebut, alangkah baiknya
kita sebagai orang tua mengantar mereka menuju dunia sosial yang baru dengan
memberikan sebuah tanggung jawab. Usia
remaja akhir (18-21 tahun) bukanlah anak-anak baik bentuk badan, cara berfikir
ataupun bertindak tapi bukan pula seorang dewasa yang telah matang dalam menentukan
sikap dan mengambil keputusan. Mulailah kita mempercayai mereka, biarkan mereka
sedikit demi sedikit belajar mandiri dan mengatur urusannya sendiri. Dengan
demikian para orang tua sudah memupuk keberanian anak.Memupuk keberanian anak
dengan memberikan kepercayaan akan melahirkan kepercayaan daridiri sanganak
kepada orang tuanya, sehingga akan melahirkan pula anak yang amanah yang tumbuh
kembangnya berjalan normal. Anak dengan tumbuh kembangnya yang berjalan normal
akan sanggup menyingkirkan rintangan-rintangan yang mereka hadapi.
Sebagai
cerminan buat kita semua khususnya saya penulis, ingin berbagi pengalaman ketika
memaksakan kehendak kepada anak untuk masuk sekolah sesuai dengan keinginan
kami sebagai orang tua, dan itu merupakan kesalahan terbesar kami. Kami telah
mengurangi kepercayaan terhadap anak. Anak tidak dilibatkan dalam mengutarakan
pendapatnya sekolah mana yang akan dipilih. Al hasil anak kami berontak dengan
aksinya yang selalu kabur dari sekolah. Akhirnya kami pindahkan ia ke sekolah yang
sesuai dengan keinginannya. Sang anak pun bertanggung jawab terhadap
konsekuensi pilihannya itu.Mungkin ini sebagai salah satu contoh bentuk
ketidakpercayaan pada anak.
Mendidik
anak dengan metode ketegasan perlu tetapi jika berlebihan akan memunculkan
seorang anak yang radikal dan kami akui itu. Kami pantas bahwa kami bisa
dikatakan telah mengurangi kepercayaan diri anak, tidak memberikan mereka
kesempatan untuk menjadi “orang” yang seharusnya dilibatkan dalam beberapa
urusan, yang pendapatnya didengar dan dihargai, yang seharusnya kita jadikan
mereka merasa bahwa mereka dipercaya layaknya orang dewasa. Kami mulai
menyadari untuk melibatkan anak kami dalam pengambilan keputusan terlebih yang
menyangkut dirinya sendiri.
Dengan
mempercayai anak melalui sebuah tanggung jawab, anak akan tumbuh dengan
kekuatan karakter yang dimilikinya sehingga menjadi pribadi yang mandiri dan penuh percaya diri. Kepercayaan yang kita
tunjukkan amat penting bagi perkembangan dan kematangannya demi mencapai
kesuksesannya.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar