Haruskah ia
bahagia....
Sementara kondisinya saat ini sangat abstrak kalau memang bisa dianalogikan.
Sementara kondisinya saat ini sangat abstrak kalau memang bisa dianalogikan.
22 tahun
mahligai yang telah dibangun dengan rasa dan karsa runtuh tak menyisakan puing harapan. Kemanakah si pembangun mahligai itu........
Sudah tak peduli kah...........
Lelah !!!
Ternyata ia telah lama merasa lelah menyangga beban mahligai.
Sungguh sayang....
Mungkin kalimat itu yang bisa dilontarkan.
Kenapa harus di saat ini....
Tidakkah ia ingin mempertahankannya.......
Sebenarnya apa yang ia inginkan.....
Tak mudah
baginya memilih, dua pilihan yang ia pahami betul konsekwensinya. Ia harus
menelan buah simalakama. Sungguh berat bagi siapapun, seandainya berada di
posisinya.
Haruskah ia mempertahankan sebuah mahligai meski dirasa menyakitkan....
Ataukah ia
harus perjuangkan rasa yang selama ini ia abaikan dan membiarkan mahligai
runtuh.
"Sebuah dilema"
Lama ia
telah membangun sebuah mahligai. Selama itu pula ia lebih memilih untuk mengabaikan
rasa dan berusaha menegakkan mahligai agar terlihat kokoh. Namun bak
fatamorgana, kekokohan mahligainya tidak dapat ia rengkuh, hanya terlihat, tak
dapat dirasakan.
Di
penghujung asa dengan sangat berat ia tempuh pilihan kedua. Pengambilan
keputusan yang berimbas pada keruntuhan sebuah mahligai, namun itu adalah
kenyataan bukan fatamorgana.
Ia berani
mengorbankan sebuah mahligai untuk menyembuhkan rasa dan membebaskannya dari belenggu ketidakadilan.
Ia merasa
optimis dengan rasa yang nyaman akan dapat membangun sebuah mahligai, semegah apapun
bentuknya dan sebahagia yang ia inginkan.
Di ujung
penantian ia bersimpuh memohon ampunan-Nya, pengambilan keputusan yang sangat dibenci oleh Nya meski halal.
***
Sungguh takdir-Mu
tak terduga.....
Namun ku tetap bersyukur....yakin ada rencana terbaik-Mu dibalik semua ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar